Contoh Kasus
Apabila ada 1 (satu) perkara yang terdakwanya lebih dari 1, katakanlah 3 orang, dan ketika putusan dibacakan ada salah satu terdakwa yang menyatakan banding sedangkan terdakwa yang lain menyatakan menerima putusan. Bagaimana status hukum kedua terdakwa tersebut? Putusan manakah yang berlaku bagi mereka, Putusan Banding atau Pengadilan Negeri? Terima kasih.
Ulasan dan Penjelasan
Mengajukan upaya hukum banding adalah hak terdakwa dalam hal ia menolak putusan. Dengan diajukannya upaya hukum banding atas putusan pengadilan tingkat pertama oleh salah satu terdakwa, maka putusan perkara yang melibatkan ketiga terdakwa tersebut belum berkekuatan hukum tetap. Sehingga, status hukumnya menunggu sampai putusan dinyatakan berkekuatan hukum tetap.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Penjelasan
Penggabungan Perkara dalam Satu Surat Dakwaan
Sehubungan dengan pertanyaan Anda yang menyebutkan bahwa ada 1 (satu) perkara yang terdakwanya lebih dari 1 (satu) orang, terhadap hal tersebut telah diatur dalam Pasal 141 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) yang berbunyi:
Penuntut umum dapat melakukan penggabungan perkara dan membuatnya dalam satu surat dakwaan, apabila pada waktu yang sama atau hampir bersamaan ia menerima beberapa berkas perkara dalam hal:
- Beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh seorang yang sama dan kepentingan pemeriksaan tidak menjadikan halangan terhadap penggabungannya;
- Beberapa tindak pidana yang bersangkut-paut satu dengan yang lain;
- Beberapa tindak pidana yang tidak bersangkut-paut satu dengan yang lain, akan tetapi yang satu dengan yang lain itu ada hubungannya, yang dalam hal ini penggabungan tersebut perlu bagi kepentingan pemeriksaan.
Penjelasan Pasal 141 huruf b KUHAP
Yang dimaksud dengan “tindak pidana dianggap mempunyai sangkut paut satu dengan yang lain” apabila tindak pidana tersebut dilakukan:
- oleh lebih dari seorang yang bekerja sama dan dilakukan pada saat yang bersamaan;
- oleh lebih dari seorang pada saat dan tempat yang berbeda, akan tetapi merupakan pelaksanaan dari permufakatan jahat yang dibuat oleh mereka sebelumnya;
- oleh seorang atau lebih dengan maksud mendapatkan alat yang akan dipergunakan untuk melakukan tindak pidana lain atau menghindarkan diri dari pemidanaan karena tindak pidana lain.
Lebih lanjut Anda menanyakan apabila ada salah satu terdakwa menyatakan banding sedangkan terdakwa yang lain menyatakan menerima putusan tersebut, bagaimana status hukum kedua terdakwa lainnya? Putusan manakah yang berlaku bagi mereka, Putusan Banding atau Pengadilan Negeri?
Upaya Banding Atas Suatu Putusan
Pertama-tama atas pertanyaan di atas, mengenai upaya hukum banding atas suatu Putusan merupakan hak dari Terdakwa sebagaimana ketentuan Pasal 67 jo. Pasal 233 ayat (1) dan (2) KUHAP yang menyebutkan:
Pasal 67 KUHAP:
(1) Terdakwa atau penuntut umum berhak untuk minta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat.
Pasal 233 ayat (1) dan (2) KUHAP:
(2) Permintaan banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 dapat diajukan ke pengadilan tinggi oleh terdakwa atau yang khusus dikuasakan untuk itu atau penuntut umum;
Hanya pemintaan banding sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ‘boleh diterima oleh panitera pengadilan negeri dalam waktu tujuh hari sesudah putusan dijatuhkan atau setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 196 ayat (2);
(3) ….
(4) ….
(5) ….
Hak terdakwa untuk mengajukan banding ini juga tercantum dalam Pasal 196 ayat (3) KUHAP:
Segera sesudah putusan pemidanaan diucapkan, bahwa hakim ketua sidang wajib memberitahukan kepada terdakwa tentang segala apa yang menjadi haknya, yaitu:
a. hak segera menerima atau segera menolak putusan;
b. hak mempelajari putusan sebelum menyatakan menerima atau menolak putusan, dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang ini;
c. hak minta penangguhan pelaksanaan putusan dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang untuk dapat mengajukan grasi, dalam hal ia menerima putusan;
d. hak minta diperiksa perkaranya dalam tingkat banding dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang ini, dalam hal ia menolak putusan;
e. hak mencabut pernyataan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang ini.
Putusan yang Berkekuatan Hukum Tetap
Di dalam peraturan perundang-undangan terdapat ketentuan yang mengatur pengertian dari putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) berkaitan perkara pidana, yaitu dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi (“UU 5/2010”) berbunyi:
Yang dimaksud dengan “putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap” adalah:
- putusan pengadilan tingkat pertama yang tidak diajukan banding atau kasasi dalam waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana;
- putusan pengadilan tingkat banding yang tidak diajukan kasasi dalam waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana; atau
- putusan kasasi.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dengan diajukannya upaya hukum banding atas putusan pengadilan tingkat pertama oleh salah satu terdakwa, maka putusan perkara yang melibatkan ketiga terdakwa tersebut belum berkekuatan hukum tetap.
Oleh karena putusan belum berkekuatan hukum tetap, maka menjawab pertanyaan Anda mengenai putusan manakah yang berlaku bagi mereka, dapat kami jawab putusan yang berlaku adalah putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap dan mengenai status hukum kedua terdakwa tersebut menunggu sampai putusan dinyatakan berkekuatan hukum tetap.
Dasar hukum:
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi.
Recent Comments